Friday 21 October 2016

Pengertian dan Fungsi Hadits

Pengertian Hadits
Pengertian hadits bisa dilihat dari segi bahasa maupun istilah. Apabila dilihat dari segi bahasa hadits mempunyai beberapa pengertian antara lain :
1.    Jadid yang berarti baru, lawan dari lama, terdahulu (qadim)
2.    Qarib atau dekat, belum lama terjadi
3.    Khabar yang berarti warta atau berita atau riwayat
Pengertian hadits secara istilah menurut ahli hadits (muhaditsin) seperti disebutkan Jumhurul Muhaditsin mengartikan hadits sebagai berikut :



Artinya :
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan sebagainya.
Jika diperhatikan dari beberapa pengertian di atas maka kita akan mendapatkan empat unsur pengertian sehingga disebut hadits. Keempat hal tersebuat adalah (1)perkataan, (2)perbuatan, (3) pernyataan dan (4)keadaan Nabi Muhammad Saw. yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau saja. Tidak disebut hadits apabila hanya disandarkan kepada sahabat maupun tabi’iy.



Kedudukan Al-Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam
Hadits mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an. Hadits merupakan perkataan, perbuatan dan ketetapan tidak diragukan lagi sebagai tafsir nyata Al-Qur’an.
Kehujahan hadits sebagai sumber hukum kedua yang erat kaitannya dengan tugas kerasulannya, selain itu beliau  sebagai uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) bagi umatnya, sehingga segala bentuk pribadi beliau akan tercermin dalam hadits-haditsnya. Apa yang dikatakan beliau menjadi sumber hukum dalam Islam, sebab apa yang dikatakannya dibimbing oleh wahyu Allah.
Allah berfirman :

Artinya :
dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. merupakan yang Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),
(Q.s. An-Najm : 3-4)
Dalam ayat lain Allah berfirman :


Artinya :
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah
(Q.s. Al-Hasyr : 7)


Fungsi Al-Hadits Terhadap Al-Qur’an
Keberadaan Al-Hadits terhadap Al-Qur’an bukan untuk saling melemahkan, sebab di dalamnya tidak ada pertentangan, bahkan Hadits merupakan penjelas (bayan) bagi al-Qur’an. Dengan demikian kedudukan Hadits merupakan sumber hukum kedua di dalam ajaran Islam, setelah Al-Qur’an.
Adapun fungsi hadits dalam ajaran Islam ada tiga. Ketiga fungsi tersebut antara lain:
1.    Berfungsi menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an. Misalnya Allah dalam Al-Qur’an telah mengharamkan bersaksi palsu :

    Artinya;
    dan jauhilah perkataan-perkataan dusta
(Q.s. Al-Haj : 30)
    Kemudian Nabi dalam haditsnya menguatkan :

    Artinya:
    “Perhatikan! Aku akan memberitahukan kepadamu sekalian sebesar-besarnya dosa besar! Sahut kami: “Baiklah hai Rasulullah”,Beliau meneruskan, sabdanya; “(1) musyrik kepada Allah, (2) Menyakiti kedua orang tua”. Saat itu Rasulallah sedang bersandar, tiba-tiba duduk seraya bersabda lagi: “Awas! Berkata (bersaksi) palsu”
(HR. Bukhari Muslim).
2.    Merinci dan menjelaskan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum dan luas, memberikan taqyid (persyaratan) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih muthlaq dan memberikan takhsis (penentuan khusus) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum.
Contohnya :
Al-Qur’an menyebutkan :

     Artinya :
    Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.
(Q.s. A-Baqarah : 43)

    Ayat ini masih umum dan tidak diperinci, maka kemudian rincian tata cara shalat dijelaskan dalam hadits-hadits rasulullah. Sebagaimana tercermin dalam salah satu sabdanya :


    Artinya :
    Shalatlah kamu sebagai mana kamu melihat aku shalat
3.    Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an.
    Misalnya larangan berpoligami bagi seseorang terhadap wanita dengan bibinya, seperti sabdanya:
  
    Artinya:
    Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengan “ammah (saudari bapak)nya dan seorang wanita dengan khalah (saudari ibu)nya.
(HR. Bukhari Muslim)

No comments:

Post a Comment